Saturday, June 20, 2015

My Trip My Adventure, Pantai Kolbano, Pantai nan Indah di NTT


Pantai Kolbano merupakan salah satu pantai yang unik. Bukan karena keindahan pasir putihnya, melainkan karena hamparan batu-batu yang berwarna-warni di sepanjang pantai.
            Pantai Kolbano terletak di Desa Kolbano, Kecamatan Kolbano, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan luas wilayah Desa Kolbano 17 km2. Pantai Kolbano terkenal dengan batu berwarnanya dan sudah dimanfaatkan penduduk setempat sejak tahun 1971. Pantai ini memiliki ragam bebatuan berwarna-warni yang penuh corak, seperti merah, hijau, kuning, hitam, putih, dan lain-lain.
Pantai Kolbano bisa dituju sekitar 2,5 hingga 4 jam dari Kota Kupang melalui jalan darat menggunakan travel atau bus kota jurusan Kolbano dengan tarif Rp 35.000 atau kita bisa menyewa mobil atau pula berkendara sendiri. Jika menggunakan bus, karena bus yang berangkat dari terminal tidak setiap jam ada maka disarankan berangkat pagi hari.
Di pantai Kolbano saya bersama teman-teman menyempatkan diri menyambanginya. Kami berangkat dari Kota Kupang sekitar pukul 08.00 WITA menggunakan kendaraan motor. Dalam perjalanan menuju ke sana, kami menyempatkan mampir di salah satu jembatan yang cukup terkenal di Kabupten Kupang yaitu Jembatan Noelmina. Jembatan Noelmina ini relatif lebih terkenal daripada jembatan Liliba yang ada di Kota Kupang.
Setelah puas mengunjungi Jembatan Noelmina, kami pun melanjutkan perjalanan menuju pantai Kolbano. Setelah keluar dari Kota Kupang sinyal handphone pun mulai menghilang, untuk itu bila merencanakan mengunjungi pantai Kolbano disarankan agar mengganti dengan provider yang cocok untuk daerah Kupang agar dapat terus berkomunikasi.
Dalam perjalanan yang cukup panjang tersebut banyak sekali hal-hal baru yang kami temui. Salah satunya adalah perkampungan pengungsi Timor Timur. Mereka mendirikan rumah-rumah adat yang terbuat dari alang-lang di sepanjang jalan. Selepas perkampungan pengungsi Timor Timur, kami menjumpai perkampungan dimana masyarakatnya menjajakan garam di pinggir jalan. Garam-garam tersebut dikemas daun lontar yang dibentuk sedemikian rupa menyerupai keranjang.  Bukan hanya garam, kami pun menemui suatu barang dagangan yang cukup langka dalam perjalanan, yaitu batang kayu lontar . Usut punya usut, ternyata batang kayu itu merupakan makanan babi. 
Perjalanan ke Kolbano makin memasuki daerah pelosok. Kami mulai memasuki jalan yang sempit dan berkelok-kelok dengan alang-alang serta pepohonan yang nan indah di sepanjang jalan. Setelah jalan yang berkelok-kelok, kami memasuki jalan lurus yang panjang dengan hamparan sawah hijau. Jalan lurus tersebut dinamai rata-rata Bena, Sungguh sebuah pemandangan yang tidak biasa.
Belum puas mata kami dimanjakan oleh hamparan sawah yang hijau, kami sudah disuguhi pemandangan rumah adat masyarakat Kupang. Sesekali di sebelah kiri dan kanan jalan terlihat rumah penduduk yang jaraknya saling berjauhan satu dari yang lain. Uniknya, setiap keluarga memiliki dua jenis bangunan rumah. Bangunan pertama tampak lebih modern, berbentuk persegi dan terbuat dari kombinasi batu, papan dan seng. Bangunan kedua tampak seperti jamur merang jika dilihat dari ketinggian. Masyarakat menyebutnya sebagai rumah bulat, sebentuk rumah adat yang masih dipertahankan.
Dinding rumah bulat (umek bubu) melingkar dengan garis tengah antara 3-5 meter. Atapnya yang berbentuk seperti kepala jamur merang terbuat dari rumput alang-alang. Ujung alang-alangnya hampir menyentuh permukaan tanah. Dindingnya terbuat dari potongan-potongan kayu dan bambu. Pintunya setengah lonjong dengan ketinggian kurang satu meter. Untuk masuk, orang dewasa harus membungkukkan badan terlebih dahulu. Rumah bulat digunakan masyarakat untuk menyimpan jagung dengan cara digantung pada penyanggah atap dan dipanaskan dengan bara api agar tidak rusak dan kualitasnya tidak menurun.  Selain sebagai lumbung pangan warga di kala musim paceklik, rumah bulat juga difungsikan sebagai dapur (umumnya menggunakan kayu bakar) dan tempat penyimpanan perkakas rumah tangga. Dapat dikatakan rumah bulat ini sangat ekonomis, karena digunakan untuk berbagai macam keperluan rumah tangga. Di sepanjang perjalanan keakraban dan keramahtamahan penduduk Kupang selalu menyapa kami.
Selepas itu, akhirnya kami sampai juga ke tujuan. Perjalanan panjang yang melelahkan terbayarkan dengan pemandangan pantai yang sangat indah. Air di pantai Kolbano memiliki warna yang bervariasi dari tepi hingga ke tengahnya sehingga menyerupai kue lapis. Di tepiannya berwarna putih, dan semakin ke tengah warna air semakin membiru. 
Selazimnya bibir pantai dipenuhi hamparan pasir, namun di pantai Kolbano terhampar warna warni batu-batuan dengan beragam tekstur yang terlihat sangat indah dan unik. Bila dilihat dari kejauhan, warna warni bebatuan ini membentuk garis pantai yang tampak memesona. Inilah secercah keindahan alam di pantai Kolbano.  Pantai ini masih sangat bersih dan masih relatif sepi sehingga suara ombak dapat terdengar dengan merdu. Hal yang cukup unik di pantai ini adalah tidak adanya nelayan. Di sana kami justru menemui pedagang batu. Dengan potensi keanekaragaman batu, masyarakat sekitar pantai Kolbano memilih tidak menjadi nelayan, namun mereka memilih mengumpulkan batu-batuan tersebut untuk kemudian disortir dan dijual keluar wilayah Kupang. Dari usaha menjual batu tersebut, mereka mendapatkan penghasilan yang cukup karena harga jual batu-batu alam tersebut relatif cukup mahal. Harga satu karung batu-batu alam tersebut mencapai Rp 400.000.  Yang masih disayangkan di pantai ini adalah minimnya layanan umum, seperti yang kita temui di objek-objek wisata pada umumnya. Warung makan, penginapan dan sarana umum lainnya tak terlihat di sana, sehingga pengunjung harus mempersiapkan segala sesuatunya bila ingin mengunjungi pantai Kolbano. Semoga pemerintah setempat dapat memberikan dukungan terhadap perkembangan pantai Kolbano, karena pantai ini memiliki potensi untuk dijadikan objek wisata yang menjual. 

Gallery Foto








Team (dari kiri ke kanan)
Adrian, Alisia, Adrian Mantu, Marce, Ekka, Echa, Ardika, Dede, Roy

2 comments:

  1. kaa kalo dr jakarta mau ke kalbano gmn ya caranya ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. naik aja tukang ojek,pas tukang ojek tanya mau ke mana?...bilang aja mau ke kolbano,rumah saya di sana

      Delete