Setiap kali Winda memperhatikan rekan kerjanya yang
baru dua bulan bekerja, Sofi, dia merasa heran. Meskipun masih baru, tapi Sofi
ramah. Dalam waktu singkat, Sofi sudah mengenal semua orang. Dia hapal nama 12
satpam. Winda sendiri tidak hapal semua, paling banyak hanya enam nama yang dia
ingat. Tapi Sofi lain, setiap pagi, begitu sampai di kantor, dia selalu menyapa
para satpam sambil menyebut nama mereka dengan akrab. Bahkan Sofi tahu kalau
ada yang istrinya sedang sakit, atau yang anaknya baru masuk sekolah dasar,
atau yang baru kembali dari berlibur ke kampung halamannya di Lumajang karena
menengok neneknya.
Winda
semakin tertarik untuk mengamati Sofi. Bagi Winda, yang sudah tiga tahun
bekerja, belum pernah ada karyawan yang seperti Sofi. Suatu pagi, Sofi baru
saja tiba di kantor ketika kebetulan berpapasan dengan Rusdi, Presiden
Direktur, yang juga baru tiba. Dengan sopan Sofi tersenyum dan mengucapkan
selamat pagi. Kebetulan Winda sedang berada di dekat mereka.
Pak Rusdi juga tersenyum dan menjawab selamat pagi.
Sofi langsung bertanya apakah kaki beliau yang terkilir minggu lalu sudah
membaik. Sambil tertawa pak Rusdi menjawab bahwa kakinya sudah sembuh, tapi
masih belum bisa untuk main bola.Winda
ikut tertawa mendengar jawaban beliau. Dalam hati kecilnya, dia merasa malu
sendiri. Dia sendiri sudah lupa bahwa pak Rusdi minggu lalu terkilir kakinya.
Tapi ternyata Sofi masih ingat. Malah, Sofi berani bertanya mengenai kondisi
kaki beliau. Winda merasa, seandainya dia ingat pun, belum tentu dia berani
menanyakan hal itu secara langsung.
Minggu lalu Sofi terpeleset ketika turun dari
kendaraan umum. Terkilir sih tidak, hanya lecet sedikit tergores aspal.
Sesampainya di kantor semua orang menanyakan kakinya yang tampak kecoklatan
karena diberi obat antiseptik. Mendengar cerita Sofi, semua orang menunjukkan
perasaan kesal kepada sopir kendaraan umum itu karena sudah langsung jalan
ketika Sofi sedang turun, akibatnya dia terpeleset. Para
satpam menunjukkan rasa prihatin terhadap kecelakaan yang dialami Sofi. Bahkan,
waktu kembali dari makan siang dan berpapasan dengan Pak Rusdi, beliaupun
menanyakan kaki Sofi.
Dari sini, Winda bisa melihat dan merasakan bahwa
semua orang menjadi akrab dan memberikan perhatian kepada Sofi, karena Sofi
terlebih dahulu memberikan perhatian yang tulus kepada orang lain. Sofi tidak
mencari muka. Pertanyaan Sofi mengenai anak satpam yang sakit sama tulusnya
dengan pertanyaannya mengenai kaki pak Rusdi yang terkilir. Sofi membuat semua
orang merasa penting.
Suatu hari Winda sengaja mendatangi Sofi untuk
bercakap-cakap. Winda menanyakan pada Sofi mengapa dia bisa mengingat semua
nama karyawan lainnya. Mengapa Sofi bisa mengingat keadaan keluarga mereka,
siapa yang istrinya sakit, siapa yang anaknya baru disunat, siapa yang sudah
tidak masuk kerja dua hari, dan sebagainya. Sofi sendiri bingung ketika ditanya
begitu.
Selama ini Sofi hanya bertindak spontan. Tanpa
disadarinya dia membuat semua orang merasa diri mereka penting. Sofi merasa
tidak pernah dengan sengaja mengingat nama semua orang, atau mengingat keadaan
istri dan anak-anak mereka.
Dia mengaku bahwa semua pertanyaannya tentang istri dan
anak mereka itu muncul dengan sendirinya pada saat berhadapan dengan orang yang
bersangkutan. Seperti ketika berhadapan dengan Pak Rusdi, Sofi secara spontan
ingat tentang kaki beliau yang terkilir sehingga dengan spontan juga dia
menanyakan hal itu.
Winda melihat bahwa Sofi tidak bohong. Berhari-hari
dia mengamati Sofi. Pada saat masuk kantor, saat makan siang, saat bekerja dan
saat selesai kerja. Akhirnya Winda menemukan satu kesimpulan yang diyakininya
pasti benar.
Sofi mudah mengingat nama orang lain karena dia
benar-benar memperhatikan mereka secara tulus. Sofi selalu sibuk bekerja, tapi
pada saat berkenalan dengan seseorang, Sofi benar-benar mendengarkan siapa nama
mereka.Ketika
tanpa sengaja dia mendengar ada yang istrinya sakit, Sofi benar-benar ikut
merasa sedih mendengarnya. Sehingga ketika bertemu dengan orang itu, Sofi
secara spontan menanyakan istrinya. Bukan sekadar basa-basi.
Winda sadar bahwa ternyata sikap Sofi didasari dari hati
yang tulus. Tapi Winda penasaran, masak sih dia tidak bisa bersikap seperti
Sofi? Tentu saja dengan caranya sendiri, karena dia ingin bersikap tulus, bukan
sekadar meniru Sofi.
Winda mulai membuat buku catatan. Dia mulai dengan mendaftar
semua nama karyawan di kantor. Di rumah, dia membaca ulang dan menghapalkannya.
Tak terasa, seminggu kemudian dia merasa lebih memperhatikan orang lain.
Karena takut lupa, Winda seringkali
menuliskan kejadian-kejadian penting yang dialami orang lain. Tapi, ketika dia
merasa telah mulai tumbuh minat untuk lebih mengenal orang lain, maka tanpa
sengaja, ternyata memang lebih mudah mengingat hal-hal yang menimpa mereka.
Sofi benar. Winda hanya tinggal menumbuhkan minat untuk memperhatikan orang
lain, maka keramahan dan perhatian akan timbul dengan sendirinya. Make friends
and know your friends!
No comments:
Post a Comment